Kamis, 09 Desember 2010

DEMAM TYPHOID

1. PENGERTIAN
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. (Darmowandowo, 2006)
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. ETIOLOGI
a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
• antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
• antigen H(flagella)
• antigen V1 dan protein membrane hialin.
b. Salmonella parathypi A
c. Salmonella parathypi B
d. Salmonella parathypi C
e. Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996).
3. PATOFISIOLOGI
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
4. GEJALA KLINIS
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :
a. Perasaan tidak enak badan
b. Lesu
c. Nyeri kepala
d. Pusing
e. Diare
f. Anoreksia
g. Batuk
h. Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).
Menyusul gejala klinis yang lain :
1) DEMAM
Demam berlangsung 3 minggu
a. Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari
b. Minggu II : Demam terus
c. Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur – angsur
2) GANGGUAN PADA SALURAN PENCERNAAN
a. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor
b. Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
c. Terdapat konstipasi, diare
3) GANGGUAN KESADARAN
a. Kesadaran yaitu apatis – somnolen
b. Gejala lain “ROSEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit) (Rahmad Juwono, 1996).
5. KOMPLIKASI
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.
7. DIAGNOSA
Diagnosa
1. Amanesis
2. Tanda klinik
3. Laboratorik
a. Leukopenia, anesonofilia
b. Kultur empedu (+) : darah pada minggu I ( pada minggu II mungkin sudah negatif); tinja minggu II, air kemih minggu III
c. Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada minggu II, pada stadium rekonvalescen titer makin meninggi
d. Identifikasi antigen : Elisa, PCR. IgM S typphi dengan Tubex TF cukup akurat dengan
e. Identifikasi antibodi : Elisa, typhi dot dan typhi dot M
(Darmowandowo, 2006)
Diagnosa Banding
1. Influenza
2. Bronchitis
3. Broncho Pneumonia
4. Gastroenteritis
5. Tuberculosa – Lymphoma
6. Malaria
7. DBD
8. Sepsis
9. I.S.K
10. Keganasan : – Leukemia
(Darmowandowo, 2006)
8. PENATALAKSANAAN
Terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Perawatan
a. Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
b. Posisi tubuh harus diubah setiap mencegah dekubitus.
c. Mobilisasi sesuai kondisi.
2. Diet
a. Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya (mula-mula air-lunak-makanan biasa)
b. Makanan mengandung cukup cairan, TKTP.
c. Makanan harus menagndung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
3. Obat
a. Antimikroba
1) Kloramfenikol
2) Tiamfenikol
3) Co-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulkametoksazol)
b. Obat Symptomatik
1) Antipiretik
2) Kartikosteroid, diberikan pada pasien yang toksik.
3) Supportif : vitamin-vitamin.
4) Penenang : diberikan pada pasien dengan gejala neuroprikiatri (Rahmad Juwono, 1996).
9. PENCEGAHAN
1. Usaha terhadap lingkungan hidup :
a. Penyediaan air minum yang memenuhi
b. Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene
c. Pemberantasan lalat.
d. Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.
2. Usaha terhadap manusia.
a. Imunisasi
b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene. (Mansjoer, Arif 1999).
DAFTAR PUSTAKA

• Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran . EGC : Jakarta
• Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC : Jakarta
• Hidayat. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Typhoid. http://hidayat2.wordpress.com. Di akses 8 Desember 2010 : Palu
• Teguh prayitno. 2009. Typhoid Abdominalis. http://cewexxxhot.blogspot.com. Di akses 8 Desember 2010 : Palu
• Hanikamioji. 2009. Askep Typhoid. http://hanikamioji.wordpress.com. Di akses 8 Desember 2010 : Palu

Sabtu, 27 Maret 2010

PROSEDUR PERIZINAN PRAKTEK KEPERAWATAN

Perizinan praktek perawat tidak lepas dari adanya profesionalisasi keperawatan dan legislasi. Perawat yang professional bertanggung jawab berwenang memberikan pelayanan keperawatan kepada masyrakat baik secara mandiri ataupun berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Berhubungan dengan hal itu legislasi dimaksudkan untuk memberikan pengertian dan perlindungan hukum bagi tenaga keperatan dan masyarakat.

Seorang perawat tidaklah mudah menjalankan tugasnya tanpa memperoleh beberapa registrasi, sertifikasi dan surat izin praktik. Setiap perawat yang akan menjalankan pekerjaan keperawatan wajib memiliki :

  1. Surat Izin Perawat (SIP) yaitu Bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan diseluruh wilayah Indonesia.
  2. Surat Izin Kerja (SIK) yaitu bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan.
  3. Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) yaitu bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk menjalankan praktik perawat perorangan/kelompok.

Ke 3 Surat Izin tersebut sesuai ketentuan hukum :

  • KEPMENKES 1239 tahun 2001
  • UU No.23 Tentang Kesehatan Tahun 1992
  • PP No.32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan
  • UU No.8 Tentang Perlindungan Konsumen

TATA CARA PERMOHONAN MEMPEROLEH SIP. SIK, DAN SIPP

Berdasarkan seminar yang pernah saya ikuti menngenai “LEGALITAS, PRASYARAT DAN PROSEDUR PERIZINAN PRAKTIK KEPERAWATAN” dapat saya simpulkan beberapa cara permohonan untuk memperoleh SIP, SIK, dan SIPP yaitu dengan cara :

1. Registrasi untuk mendapatkan SIP (Surat Izin Perawat)

Perawat wajib mendaftarkan diri pada Dinas Kesehatan Provinsi untuk mendapatkan SIP sebagai persyaratan pekerjaan keperawatan dan memperoleh nomor registrasi. Sasaran registrasi adalah semua lulusan pendidikan keperawatan. Keluaran proses registrasi dalam bentuk SIP yang berlaku diseluruh wilayah Indonesia dan memperoleh nomor registrasi yang bersifat tetap dan berlaku sepanjang masa untuk setiap perawat. Pejabat yang berwenang menerbitkan SIP adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Registrasi terbagi Dua yaitu registrasi awal dan registrasi ulang. Registrasi awal dilakukan oleh setiap perawat setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan keperawatan sedangkan registrasi ulang diberikan kepada perawat yang sudah bekerja dan dilakukan setiap 5 tahun.

Kelengkapan Registrasi Sebagai dimana yang dimaksud meliputi :

  • Foto kopi ijazah pendidikan keperawatan
  • Surat Keterangan sehat dari dokter
  • Pas foto

2. Pembuatan SIK (Surat Izin Kerja)

Setelah mendapatkan SIP, perawat baru dapat membuat SIK. Sasaran Izin Kerja Perawat adalah semua perawat. SIK hanya berlaku pada satu tempat sarana pelayanan kesehatan. Pejabat yang menerbitkan SIK adalah Kantor Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten.

3. A. Penerbitan SIPP

Pembuatan SIPP dengan mengajukan permohonan kepada Kantor Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat menggunakan form IV Kepmenkes 1239/2001. SIPP diterbitkan kepada perawat yang minimal memiliki pendidkan dasar DIII keperawatan. Permohonan diajukan dengan melampirkan :

  1. Foto kopi Ijazah pendidikan keperawatan terakhir
  2. Surat Pengalaman kerja selama 3 tahun bagi lulusan DIII keperawatan
  3. Foto kopi SIP
  4. Rekomendasi dari organisasi profesi PPNI

B. Pembaharuan SIPP

SIPP diperbahrui 6 bulan sebelum berakhirnya masa berlaku SIPP. Permohonan rekomendasi PPNI untuk mendapatkan SIPP lanjutan diajukan perawat menggunakan formulir F(terlampir). Permohonan ini dikirimkan ke Kantor Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten diwilayah tempat yang bersangkutan melaksanaakan praktik. Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten menerbitkan SIPP Lanjutan, jika permohonan disetujui. SIPP lanjutan dikirimkan kepada yang bersangkutan dengan tembusan ke pengurus organisasi profesi Kota/Kabupaten. SIPP lanjutan tidak diterbitkan jika tidak memenuhi persyaratan dengan memberikan alasan penolakan tersebut dengan menggunakan formulir VII.